Kesultanan Ternate dan Tidore teletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara. Wilayah kekuasaan dari kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku dan sebagian Papua, yang mana wilayah tersebut merupakan penghasil rempah-rempah yang banyak diburu pedagang asing terutama bangsa Portugis (Portugal), Spanyol, dan Belanda.
Dengan adanya kepentingan atas penguasaan perdagangan maka terjadilah persekutuan antarkerajaan. Hal ini terutama terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Mereka (bangsa Eropa) datang ke Maluku dengan tujuan untuk berkuasa di tempat tersebut.
Setelah sepuluh tahun di Kesultanan Ternate, bangsa Portugis berhasil mendirikan benteng Sao Paolo yang merupakan salah satu taktik Portugis agar dapat berkuasa di Kesultanan Ternate. Hal ini membuat Sultan Hairun geram. Ia tak ingin perekonomian dan pemerintahan kesultanannya dikendalikan oleh bangsa lain.
Di sisi lain, Sultan Hairun juga tak ingin beradu kekerasan dengan bangsa Portugis. Sebaliknya, beliau bersedia untuk berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Portugis untuk menahan lalu membunuh Sultan Hairun di benteng tersebut. Peristiwa ini terjadi pada 1570.
Peristiwa pembunuhan Sultan Hairun itu membuat pengganti Sultan Hairun, Sultan Baabullah beserta rakyat Maluku membenci Portugis, Sultan Baabullah menyatakan perang dengan Portugis. Usaha (perang) tersebut membuahkan hasil pada tahun 1575. Portugis meninggalkan Maluku dan menguasai daerah Timor hingga tahun 1976.
Sementara itu, Kesultanan Ternate mencapai masa kejayaannya di tangan Sultan Baabullah. Beliau memperluas wilayah Kesultanan Ternate hingga ke Mindanao, Filipina. Keberhasilan itu membuat Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan Dari Tujuh Pulau.